Akulturasi Dalam Budaya Karo
a. Pengertian akulturasi
a. Pengertian akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses social yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ki dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Pengertian akulturasi budaya menurut definisi para ahli menyatakan bahwa pengertian akulturasi budaya adalah proses perpaduan antara dua kebudayaan atau lebih tanpa meninggalkan kebudayaan asli. Akulturasi budaya dapat terjadi karena disebabkan berbagai hal yang membuat ada dua kebudayaan berbeda dan kebudayaan yang berbeda tersebut rukun dan tanpa ada masalah, untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terwujudnya akulturasi budaya dapat dilihat seperti dibawah ini:
.a. Unsur budaya india memiliki tingkat perkembangan yang tidak jauh berbeda
b. Unsur budaya India mudah diterima oleh masyarakat Indonesia
c. Unsur budaya India tidak jauh berbeda dengan budaya Indonesia.
Pengertian akulturasi budaya menurut definisi para ahli menyatakan bahwa pengertian akulturasi budaya adalah proses perpaduan antara dua kebudayaan atau lebih tanpa meninggalkan kebudayaan asli. Akulturasi budaya dapat terjadi karena disebabkan berbagai hal yang membuat ada dua kebudayaan berbeda dan kebudayaan yang berbeda tersebut rukun dan tanpa ada masalah, untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terwujudnya akulturasi budaya dapat dilihat seperti dibawah ini:
.a. Unsur budaya india memiliki tingkat perkembangan yang tidak jauh berbeda
b. Unsur budaya India mudah diterima oleh masyarakat Indonesia
c. Unsur budaya India tidak jauh berbeda dengan budaya Indonesia.
b. Wujud akulturasi dalam budaya karo
Setiap kumpulan masyarakat di dunia ini, dalam bentuk etnik, religi, tas, society, bangsa, dan lainnya selalu memiliki ciri-ciri, cita-cita, atau tujuan yang sama, atau didukung oleh gagasan kolektif yang bersamaan. Mereka membentuk kebudayaan atau peradaban yang digunakan untuk menanggapi tantangan yang datang baik dari luar maupun dari dalam kebudayaannya. Mereka mengekspresikan wujud kebudayaan dalam tiga bentuk, yaitu: ide, aktivitas, dan artifak. Sementara isi kebudayaan manusia di dunia ini terdiri dari tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu: agama, organisasi sosial, teknologi, pendidikan, bahasa, ekonomi, dan kesenian. Kesenian adalah unsur dan ekspresi kebudayaan manusia yang berhubungan erat dengan unsur-unsur kebudayaan lain. Setiap masyarakat di dunia ini selalu memiliki kesenian sebagai bagian dari pemenuhan fungsional akan rasa keindahan. Demikian pula kesenian dalam masyarakat Karo.
BACA JUGA CONTOH CONTOH MAKALA DAN PROPOSAL DI BAWAH INI
Masyarakat Karo telah menyumbangkan identitas budaya Sumatera Utara ke tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Kini kita mengenal dengan baik genre keyboard Karo, lagu-lagu Karo seperti Biring Manggis, Mbuah Page, Lasam, komponis Djaga Depari, landek, dan lain-lainnya. Masyarakat Karo, berdasarkan etnosains mereka, membagi wilayah budayanya ke dalam dua kategori: (a) Karo gugung atau orang-orang Karo yang berada di wilayah pegunungan, terutama di kawasan Kabupaten Karo, Langkat, dan Deli Serdang, (b) Karo jahe, yaitu mereka yang berada di kawasan pesisir terutama di wilayah Kabupaten Deli Serdang dan Langkat.
Seperti halnya suku-suku lain, masyarakat Karo mempunyai sistem kemasyarakatan. Pada masyarakat Karo sistem kemasyarakatan dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Masyarakat Karo mempunyai sistem merga (klen). Merga tersebut disebut untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah (1) Karo-karo, (2) Tarigan, (3) Ginting, (4) Sembiring, dan (5) Peranginangin. Kelim merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara otomatis dari ayah. Merga ayah juga merga anak, tetapi adakalanya merga diberikan kepada seseorang yang diabsahkan secara adat, misalnya beberapa waktu yang lalu Tengku Rizal Nurdin diberi merga Barus oleh masyarakat Karo.
Jika dilihat sepintas, sebagian orang beranggapan bahwa masyarakat Karo menarik garis keturunan patrilineal absolut, akan tetapi kalau diteliti lebih mendalam lagi barulah dimengerti letak kekhasan masyarakat Karo dalam menarik garis keturunannya. Mereka bukan patrilineal absolut melainkan juga menganut sedikit sistem parental (bilateral) yang menarik garis keturunan melalui ayah dan ibu sekaligus (lihat Roberto Bangun 1989).
Namun demikian, dalam pelaksanaan sehari-hari bere-bere tidak pernah dicantumkan sebagai identitas diri. Bere-bere akan ditanya dalam kegiatan ertutur, untuk mengetahui hubungan kekeluargaan seseorang. Walaupun masyarakat Karo mempunyai sistem parental akan tetapi yang paling penting adalah merga dan beru. Hal ini terbukti bahwa merga dan beru tetap dicantumkan setelah seseorang meninggal dunia. Kebiasaan ini merupakan hal yang lazim bagi masyarakat Karo. Oleh sebab itu setiap orang Karo mencantumkan merga dan berunya telah menunjukkan pembuktian bahwa ia orang Karo.
Sistem Religi
Sebelum masuknya agama-agama samawiyah, masyarakat Karo mempunyai sistem religinya sendiri, yang disebut perbegu. Mereka percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini baik yang dapat dilihat maupun yang tak dapat dilihat adalah ciptaan oleh Dibata, yang disebut Dibata Kaci-kaci, berjenis kelamin wanita. Dibata Kaci-kaci ini mempunyai tiga wilayah kekuasaan, yaitu: dunia atas, tengah, dan bawah. Setiap wilayah kekuasaan ini diperintah oleh seorang Dibata sebagai wakil dari Dibata Kaci-kaci. Ketiga Dibata itu merupakan satu kesatuan yang disebut Sitelu. Berdasarkan tempatnya memerintah, orang Karo percaya kepada Dibata Datas, Dibata Tengah, dan Dibata Teruh. Dibata Datas disebut juga Guru Batara, yang memiliki kekuasaan dunia atas (angkasa). Dibata Tengah disebut juga Tuhan Padukah ni Aji, Dibata inilah yang menguasai dan memerintah di bagian dunia kita ini. Dibata Teruh juga disebut Tuhan Banua Koling. Dibata inilah yang memerintah di bumi bagian bawah.
Religi Perbegu mempercayai bahwa setiap orang mempunyai tendi (roh). Apabila seseorang meninggal dunia, maka tendi tersebut berubah menjadi begu. Agama perbegu di daerah Karo pada tahun 1946 diganti namanya menjadi pemena oleh para pengetua adat dan guru-guru mbelin. Perubahan nama ini disebabkan karena banyak mendapat tekanan-tekanan pahit dari pemerintah Belanda bersama penyiar-penyiar agama yang dibawa bangsa Eropa yang menyebut perbegu sebagai agama penyembah setan-setan (Putro 1979:32). Kini masyarakat Karo sebagian besar telah beragama Protestan, Katolik, Islam, dan Hindu.
Asosiasi Dalam Kebudayaan Karo
Asosiasi merupakan suatu perkumpulan yang memiliki tujuan yang sama atau cita-cita yang sama. Wujud asosiasi dalam kebudayaan karo misalnya perkumpulan suatu marga yang memiliki cita-cita yang sama. Seperti perkumpulan marga karo, ginting, tarigan dan sebagainya.
0 comments:
Post a Comment